Keberkahan dari ILMU itu sebenarnya saat dipraktekkan dan dibagi, bukan untuk disembunyikan dan dinikmati sendiri

Pakaian Kebahagiaan

Picture
Suatu ketika, tersebutlah seorang raja yang kaya raya. Kekayaannya sangat melimpah. Emas, permata, berlian, dan semua batu berharga telah menjadi miliknya. Tanah kekuasaannya, meluas hingga sejauh mata memandang. Puluhan istana, dan ratusan pelayan siap menjadi hambanya.

Karena ia memerintah dengan tangan besi, apapun yang diinginkannya hampir selalu diraihnya. Namun, semua itu tak membuatnya merasa cukup. Ia selalu merasa kekurangan. Tidurnya tak nyenyak, hatinya selalu merasa tak bahagia. Hidupnya, dirasa sangatlah menyedihkan.

Suatu hari, dipanggillah salah seorang prajurit tebaiknya. Sang Raja lalu berkata, "Aku telah punya banyak harta. Namun, aku tak pernah merasa bahagia. Karena itu, ujar sang raja, "Aku akan memerintahkanmu untuk memenuhi keinginanku. Pergilah kau ke seluruh penjuru negeri, dari pelosok ke pelosok, dan temukan orang yang paling berbahagia di negeri ini. Lalu, bawakan pakaiannya kepadaku."
"Carilah hingga ujung-ujung cakrawala dan buana. Jika aku bisa mendapatkan pakaian itu, tentu, aku akan dapat merasa bahagia setiap hari. Aku tentu akan dapat membahagiakan diriku dengan pakaian itu. Temukan sampai dapat!" perintah sang Raja kepada prajuritnya. "Dan aku tidak mau kau kembali tanpa pakaian itu. Atau, kepalamu akan kupenggal !!"

Mendengar titah sang Raja, prajurit itupun segera beranjak. Disiapkannya ratusan pasukan untuk menunaikan tugas. Berangkatlah mereka mencari benda itu. Mereka pergi selama berbulan-bulan, menyusuri setiap penjuru negeri. Seluas cakrawala, hingga ke ujung-ujung buana, seperti perintah Raja. Di telitinya setiap kampung dan desa, untuk mencari orang yang paling berbahagia, dan mengambil pakaiannya.

Sang Raja pun mulai tak sabar menunggu. Dia terus menunggu, dan menunggu hingga jemu. Akhirnya, setelah berbulan-bulan pencarian, prajurit itu kembali. Ah, dia berjalan tertunduk, merangkak dengan tangan dan kaki di lantai, tampak seperti sedang memohon ampun pada Raja. Amarah Sang Raja mulai muncul, saat prajurit itu datang dengan tangan hampa.

"Kemari cepat!!. Kau punya waktu 10 hitungan sebelum kepalamu di penggal. Jelaskan padaku mengapa kau melanggar perintahku. Mana pakaian kebahagiaan itu!" gurat-gurat kemarahan sang raja tampak memuncak.
Dengan air mata berlinang, dan badan bergetar, perlahan prajurit itu mulai angkat bicara.

"Tuanku, aku telah memenuhi perintahmu. Aku telah menyusuri penjuru negeri, seluas cakrawala, hingga ke ujung-ujung buana, untuk mencari orang yang paling berbahagia. Akupun telah berhasil menemukannya."
Kemudian, sang Raja kembali bertanya, "Lalu, mengapa tak kau bawa pakaian kebahagiaan yang dimilikinya?"

Prajurit itu menjawab, "Ampun beribu ampun, tuanku, orang yang paling berbahagia itu, TIDAK mempunyai pakaian yang bernama kebahagiaan."
Teman, bisa jadi, memang tak ada pakaian yang bernama kebahagiaan. Sebab, kebahagiaan, seringkali memang tak membutuhkan apapun, kecuali perasaan itu sendiri. Rasa itu hadir, dalam bentuk-bentuk yang sederhana, dan dalam wujud-wujud yang bersahaja.

Seringkali memang, kebahagiaan tak di temukan dalam gemerlap harta dan permata. Seringkali memang, kebahagiaan, tak hadir dalam indahnya istana-istana megah. Dan ya, kebahagiaan, seringkali memang tak selalu ada pada besarnya penghasilan kita, mewahnya rumah kita, gemerlap lampu kristal yang kita miliki, dan indahnya jalinan sutra yang kita sandang.

Seringkali malah, kebahagiaan hadir pada kesederhanaan, pada kebersahajaan. Seringkali rasa itu muncul pada rumah-rumah kecil yang orang-orang di dalamnya mau mensyukuri keberadaan rumah itu. Seringkali, kebahagiaan itu hadir, pada jalin-jemalin syukur yang tak henti terpanjatkan pada Ilahi.

Sebab, teman, kebahagiaan itu memang adanya di hati, di dalam kalbu ini. Kebahagiaan, tak berada jauh dari kita, asalkan kita mau menjumpainya. Ya, asalkan kita mau mensyukuri apa yang kita punyai, dan apa yang kita miliki.
Adakah "pakaian-pakaian kebahagiaan" itu telah Anda sandang dalam hati? Temukan itu dalam diri.

Sudarmono, Dr.(2010). Mutiara Kalbu Sebening Embun Pagi, 1001 Kisah Sumber Inspirasi.

Dying Inside

Picture
Puluhan tahun yang lalu, di sebuah desa di Kaliwungu
Kudus ada seorang tua, pekerjaan beliau adalah tukang
asah pisau keliling. Setiap hari orang tua tersebut
berkeliling dari rumah ke rumah untuk menawarkan jasanya. Beliau berkeliling sambil membunyikan lonceng kecil, untuk menarik perhatian orang.

Pada awalnya, banyak sekali orang yang memanfaatkan jasa beliau. Setiap hari selalu ada saja orang yang mengasahkan pisau ataupun gunting mereka ke orang tua tersebut. Dengan pekerjaan mengasah pisau, orang tua tersebut bisa menghidupi keluarganya.

Tahun demi tahun berlalu, jaman semakin modern dan membuat segalanya menjadi praktis. Demikian juga, pisau-pisau maupun gunting-gunting yang ada di pasaran semakin berkualitas dan murah. Sehingga perlahan- lahan tidak ada lagi orang yang mengasahkan pisau atau guntingnya. Mereka lebih memilih untuk membeli yang baru daripada mengasahkannya.

Akibatnya, tidak ada lagi orang yang membutuhkan jasa orang tua si pengasah pisau tersebut. Tetapi setiap hari orang tua tersebut tetap berkeliling seperti biasa, dengan harapan masih ada orang yang mau memanfaatkan jasanya.

Awalnya, orang tua tersebut masih bersemangat. Tapi lama kelamaan, semangatnya semakin kendur karena dia merasa tidak ada lagi orang yang membutuhkan dia. Waktu berlalu, akhirnya tidak lama, orang tua tersebut meninggal. Ada yang mengatakan bahwa orang tua tersebut meninggal karena kanker. Tapi sebenarnya apa yang menyebabkan orang tua tersebut meninggal?

Apa yang akan Anda rasakan bila tidak ada lagi orang yang membutuhkan Anda? Anda akan merasa dying inside. Menurut teori kebutuhan Abraham Maslow, kebutuhan manusia yang paling tinggi adalah aktualisasi diri. Anda akan merasa sangat berarti bila Anda dibutuhkan oleh banyak orang. Oleh karena itu, buatlah sesuatu yang dapat membuat diri Anda dibutuhkan, kembangkan potensi diri Anda!

Picture

Ada sekelompok orang yang pergi berdarmawisata. Mereka naik bis dan melewati jalan-jalan, pegunungan yang sangat indah: ada danau, ada sungai, ada burung-burung, ada bunga, ada sapi, ada hijaunya rumput, ada awan, ada bintang, ada kuningnya padi, dan ada kupu kupu berterbangan.

Namun Sayang, jendela bis itu tertutup oleh kain gorden yang gelap, sehigga kejadian apapun diluar bis tidak terlihat dari dalam bis.

Semua orang hanya mengharap bisa sampai tempat tujuan supaya bisa menikmati pemandangan disana.

Memiliki tujuan hidup sangatlah bagus, namun hargailah pula prosesnya.